PLTU Jawa 9 dan 10, Pembangkit Berteknologi SCR Siap Beroperasi di Indonesia

Keseriusan pemerintah dan semua pihak terkait dalam pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 perlu mendapat apresiasi segenap bangsa Indonesia. Kedua pembangkit berteknologi SCR tersebut digadang siap beroperasi pada tahun 2023 dan 2024. Sebagai pengguna pertama teknologi pengontrol emisi terlengkap, PLTU yang bertempat di Suralaya ini terus berbenah diri.

Pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 di Suralaya tersebut dimulai sejak tahun 2020. Proyek ini dianggap menelan investasi terbesar jika dibandingkan dengan pembangkit listrik lain di tanah air. Secara logika, hal ini wajar mengingat lengkapnya teknologi yang “ditanam” agar dapat menghasilkan energi listrik sesuai target tanpa merusak lingkungan. 

Teknologi di PLTU Jawa 9 dan 10

Selain SCR, berikut beberapa teknologi yang dipasang pada PLTU Jawa 9 dan 10 sebagai upaya menekan emisi karbon hingga angka 0 atau Net Zero Emission (NZE). Jadi target pengelola bukan hanya menekan angka emisi namun meniadakannya sehingga limbah sisa yang diolah mendapat predikat aman ketika dilepas ke alam bebas, seperti dilansir validnews.

– Teknologi Ultra Super Critical

Teknologi ini secara terpisah sudah diterapkan di PLTU Cilacap dan terbukti mampu menekan konsumsi bahan bakar.  Emisi yang dihasilkan dengan teknologi ini juga jauh lebih rendah jika dibandingkan tanpa teknologi USC. Efisiensi pembangkit menggunakan teknologi ini meningkat sebesar 15% dibandingkan dengan non-USC.

– Teknologi Selective Catalytic Reduction

Teknologi ini memungkinkan pembangkit berteknologi SCR menggunakan bahan bakar campuran (co-firing). Alternatif bahan bakar yang digunakan untuk membakar pemantik mesin bersama dengan batu bara adalah amonia hijau yang terbukti tidak menghasilkan emisi karbon dari pembakaran. 

Green ammonia dianggap sebagai alternatif terbaik sebagai bahan bakar campuran batu bara. Selain karena tersedia dalam jumlah besar juga mudah ditangani dan minim risiko salah penanganan. Sifatnya yang tidak mudah terbakar dan tidak menyisakan emisi karbon menjadikannya bahan bakar idola para ilmuwan.

– Teknologi Low NOx Burner

Proyek pembangkit berteknologi SCR bersamaan dengan Low NOx Burner sebelumnya sudah diterapkan di negara maju seperti AS dan Jerman. Indonesia kemudian menyusul untuk memasangnya pada PLTU Jawa 9 dan 10 yang akan segera diresmikan beroperasi mendukung pasokan energi Jawa dan Bali.

Upaya co-firing bahan bakar batu bara dan amonia hijau diharapkan mampu memberikan porsi lebih besar untuk amonia hijau dengan menggunakan teknologi Low NOx Burner ini. Dengan rendahnya konsumsi batu bara, selain hemat energi juga memperpanjang usia persediaan tambang batu bara.

– Teknologi Electro Static Precipitator

Teknologi ini berfungsi menangkap abu hasil pembakaran batu bara dengan memanfaatkan gaya elektrostatis. Setelah ditangkap, abu dialirkan di medan elektrostatis sehingga tidak bebas beterbangan dan mengotori area pembakaran.

Pembangkit Listrik Negara Maju

Pembangunan pembangkit berteknologi SCR di Indonesia diharapkan mampu bersaing atau minimal menyamai teknologi negara maju yang mengutamakan keberlanjutan lingkungan. Mengingat bahwa kecanggihan teknologi tersebut bertujuan baik dalam rangka menjaga masa depan generasi dan bumi sebagai tempat tinggal. 

Penggunaan teknologi pengolah dan penekan emisi karbon tersebut diharapkan bisa disusul oleh pembangkit listrik di tempat lain di Indonesia. Kabarnya beberapa PLTU juga sudah dipersiapkan untuk pensiun dini (early retirement) atau hendak digantikan dengan energi terbarukan.

Keberhasilan uji coba PLTU Jawa 9 dan 10 sebagai pembangkit berteknologi SCR layak menjadi contoh bagi PLTU lain agar menerapkan teknologi serupa. Dengan demikian bangsa Indonesia terutama tidak perlu dikhawatirkan dengan kualitas udara yang semakin memburuk dari waktu ke waktu.